Thursday, 27 August 2009

Ciudad Juarez, Kota Paling Mematikan di Dunia

Perbatasan Meksiko dengan Amerika Serikat (AS), Ciudad Juarez, tercatat sebegai kota dengan tingkat pembunuhan tertinggi di dunia. Kota yang sarat dengan perdagangan narkoba dan konflik antargeng ini, memiliki rata-rata 130 pembunuhan per 100 ribu penduduk.

Hal itu disampaikan oleh salah satu organisasi non-pemerintah Meksico, Citizen's Council for Public Security (CCSP), dalam pernyataannya seperti dilansir AFP, Kamis (27/8/2009). CCSP mendasarkan laporannya tersebut atas berita di media dan laporan FBI kepada pemerintah AS.

Di Ciudad Juarez tercatat sebanyak 1.362 orang tewas dibunuh sepanjang tahun ini hingga 21 Agustus. Jumlah ini terus meningkat karena konflik antar kartel narkotika dalam memperebutkan jalur perdagangan narkoba ke AS terus berlanjut. Penerjunan 8.500 tentara di kota perbatasan ini terbukti gagal dalam meredam konflik yang terus terjadi.

Posisi Juarez disusul oleh Caracas, Venezuela, dengan rata-rata 96 pembunuhan per 100 ribu penduduk. Pada September tahun 2008 lalu, Caracas dinobatkan sebagai kota pusat pembunuhan di dunia oleh majalah Foreign Policy, dengan rata-rata 130 pembunuhan per 100 ribu penduduk.

Selanjutnya menyusul New Orleans, AS, dengan rata-rata 95 pembunuhan per 100 ribu penduduk. Kemudian Tijuana yang juga merupakan kota perbatasan Meksiko-AS berada di peringkat ke-4 dengan rata-rata 73 pembunuhan per 100 ribu penduduk.

Sementara itu, Cape Town, Afrika Selatan, berada di peringkat ke-5 dengan 62 pembunuhan per 100 ribu penduduk. Lalu Baltimore, salah satu kota pantai timur AS, menduduki peringkat ke-8 dengan rata-rata 45 pembunuhan per 100 penduduk.

Sedangkan kota Baghdad, Irak, juga masuk dalam daftar, dengan menduduki peringkat ke-10 yang memiliki rata-rata 40 pembunuhan per 100 ribu penduduk.


taken from:
detikcom - Jumat, Agustus 28



Wednesday, 26 August 2009

Sejarah Machu Picchu

Satu lagi bukti tentang peradaban sejarah yang menakjubkan, Machu Picchu. Tertimbun selama beratus-ratus tahun oleh tumbuh-tumbuhan di sekitarnya. Pada awalnya merupakan satu dari sedikit tempat yang ditinggalkan oleh para penakluk Spanyol dalam sebuah ekpedisi untuk pencarian emas yang lebih banyak. Dan akhirnya ditemukan lagi secara tidak sengaja oleh seorang Profesor Muda Yale, Hiram Bingham, pada tahun 1911. Sebuah penemuan yang membawa kita semua seperti kembali pada kehidupan masa lampau dan secara gamblang menunjukkan tentang betapa majunya pengetahuan akan tekhnik konstruksi bangunan perdaban masa lalu. Machu Picchu juga merupakan satu dari sekian bangunan paling bersejarah di dunia yang bahkan oleh salah satu media Amerika Serikat, menyatakan bangunan ini merupakan bangunan yang paling penting dan yang paling terpelihara di dunia.

Machu Picchu dibangun dengan gaya Inka kuno dengan batu tembok berpelitur. Bangunan utamanya adalah Intihuatana, Kuil Matahari, dan Ruangan Tiga Jendela. Tempat-tempat ini disebut sebagai Distrik Sakral dari Machu Picchu. Bangunan batu ini menunjukkan secara mengejutkan tentang kualitas peradaban masa lampau dalam berkarya. Di banyak tempat terdapat dinding di tingkat yang lebih rendah dengan struktur yang sangat menakjubkan. Kemudian semakin ke atas mutunya mengalami pengurangan. lapisan yang lebih rendah selalu lebih baik kualitasnya jika dibandingkan dengan di atasnya. Selalu terdapat struktur yang mungkin bisa memberikan ilham untuk tekhnik bangunan masa kini. Dalam beberapa kasus, seperti di Kuil Tiga Jendela, dinding ini berdiri di antara struktur yang paling diilhami yang pernah diciptakan oleh manusia.

Machu Picchu berlokasi di Gunung Andes di atas lembah Urubamba, Peru, sekitar 70 km barat laut Cusco, dan berada sekitar 2.350 meter di atas permukaan laut. Dan Bingham sendiri benar-benar tidak menyangka akan penemuannya ini, yang pada saat sekarang sudah mampu menyedot ribuan wisatawan setiap harinya. Awalnya Bingham hanyalah berniat menjelajahi vegetasi liar di Gunung Andes sebagai sebuah ekspedisi ilmiahnya. Mungkin bagi dirinya pengalaman ini sangatlah luar biasa. Menjelajah di suatu tempat yang sangat asing bagi dirinya, melewati pepohonan yang tinggi menjulang, dan ketika menerobos suatu semak belukar yang sangat lebat dengan bantuan kedua tangannya, samar-samar dari kejauhan tampak bangunan kuno menakjubkan yang terkubur oleh tingginya ilalang yang terlihat olehnya. Dia bersama seorang pemandunya, seakan-akan menganggap apa yang telah disaksikan oleh mereka hanya merupakan suatu fatamorgana belaka. Bingham sendiri pernah berkata, “Bisa menemukan Machu Picchu sama halnya dengan menemukan sebuah peradaban baru di muka bumi”.

Bingham meyakini, bahwa tempat ini mempunyai arti yang sangat besar akan kelahiran suatu perdaban paling legendaris di dunia, Inca Empire. Suatu peradaban besar asli dari Benua Amerika yang telah menghilang. Setidaknya terdapat ribuan artifak yang sangat tinggi nilainya yang dapat ditemukan di Machu Picchu. Kini sebagian besar artifak tersebut sedang menjadi bahan penelitian guna menggali lebih dalam lagi sejarah dari peradaban suku Inca.

Banyak teori yang telah berkembang, menyangkut pemikiran dan penjelasan yang masuk akal dalam prosesnya. Machu Picchu diperkirakan termasuk ke dalam generasi Inca ke-9 yang berkuasa pada pertengahan abad ke-15. Yang memaparkan secara lugas tentang sebagian besar prestasi yang menyangkut peradaban Inca kala itu. Von Eric Daniken, dalam bukunya “Chariots of the Gods” berteori bahwa bangunan ini dibangun oleh Alien yang datang ke bumi zaman dulu kala, sembari membawa semacam peradaban primitif.

Kurt Vonnegut dalam novelnya “Slapstick” berkata, “…there must have been days of light gravity in old times, when people could play tiddley winks with huge chunks of stone”. Dan Pedro de Cieza de Leon menulis dari suatu legenda tua Inca tentang the creator-god, Viracocha. Saat menunjukkan kuasa-Nya, Ia membuat api yang sangat besar, kemudian memadamkannya. Sebagai hasil pembakaran, maka batu itu menjadi sangat ringan yang walaupun sangat besar bisa diambil seolah-olah terbuat dari gabus.

Spekulasi yang beredar yang mencoba menjelaskan apa saja yang berhubungan dengan megahnya bangunan ini cenderung terdengar aneh. Bagaimana tidak, dengan bentuknya yang sangat menakjubkan, kita harus dibawa pada suatu kenyataan bahwa bangunan ini dirancang dan dibuat pada masa beratus-ratus tahun yang lalu. Dengan pemikiran logis yang kita miliki, tentulah terasa mustahil hal itu akan terjadi. Namun demikian, Machu Picchu sekali lagi adalah bukti.

Hingga sekarang, sudah hampir sekitar 2.500 wistawan berkunjung ke Machu Picchu setiap harinya. Membanjirnya para wisatawan ini tentunya membuat Pemerintahan Peru sempat merasa resah, “Peru bisa memajukan sektor pariwisata dengan Machu Picchu, tapi bagaimana cara mereka bisa merawat serta melestarikan bangunan paling bersejarah di dunia itu”. Suatu kekhawatiran yang wajar mengingat posisi Machu Picchu yang begitu penting sebagai kawasan yang begitu berharga bagi sejarah dunia.

taken from:
http://www.budix.co.cc/?p=354







Murid AS Tertinggal dalam Matematika dan IPA

Siapa bilang Amerika Serikat unggul dalam segalanya?!?!?!?!!?
berikut beritanya...

VIVAnews - Kendati tinggal di negara yang berstatus ekonomi terbesar di dunia, para murid sekolah di Amerika Serikat (AS) ternyata kalah bersaing dengan para siswa dari sejumlah negara lain dalam mata pelajaran eksakta, seperti matematika dan ilmu pengetahuan alam (IPA).

Demikian hasil kajian dari lembaga National Center for Education Statistics (NCES) pekan lalu. Menurut stasiun televisi CNN, Menteri Pendidikan AS, Arne Duncan, Selasa 25 Agustus 2009, mengakui sekaligus prihatin atas hasil kajian itu, yang meneliti murid-murid sekolah menengah berusia 15 tahun.

Menurut laporan NCES, murid sekolah menengah di AS masih kalah dengan murid dari Finlandia, China, dan Estonia dalam mata pelajaran matematika. Sedangkan untuk mata pelajaran ilmu pengetahuan alam, murid-murid di AS tertinggal dari Kanada, Jepang, dan Republik Ceko.

Menurut Duncan, hasil riset itu dapat menurunkan AS yang saat ini tengah bersaing secara global di sektor pendidikan. "Kita tertinggal dibanding negara-negara lain di dunia di sejumlah sektor penting," kata Duncan dalam pertemuan dengan para pakar ilmu pengetahuan alam dan matematika dari lembaga The National Science Board, Selasa kemarin.

Dia mengakui bahwa di sejumlah wilayah di AS, sulit sekali untuk mencari para guru yang bisa mengajar matematika dan ilmu pengetahuan alam secara baik. Untuk mengatasi masalah itu, "Kita harus memberi upah yang lebih besar kepada para guru matematikan dan ilmu pengetahuan alam. Kita punya sejumlah kebutuhan yang kritis - seperti matematikan, ilmu pengetahuan alam, bahasa asing, pendidikan khusus, dan lain-lain. Menurut saya, kita harus membayar lebih," lanjut Duncan.

Usulan itu disambut baik oleh para asosiasi guru.

taken from: vivanews

Thursday, 20 August 2009

Dikenal Desa Pengemis, Warga Mampu Sekolahkan Anak ke Kedokteran

Kekhasan budaya berbingkai nilai-nilai agama yang sudah disandang masyarakat Madura secara umum terkadang menampakkan kenyataan hidup yang ironi.

Pekerja keras dan tanpa menyerah dalam kondisi apapun dan di manapun sudah bukan rahasia lagi. Namun berbeda dengan kenyataan yang disandang warga Desa Pragaan Daya Kecamatan Pragaan Sumenep.

Desa yang terletak 45 Km dari kota ke arah barat itu berpenduduk 3.500 kepala keluarga (KK) atau 9.567 jiwa. Dari jumlah penduduk yang ada itu, 80 persen menjadi pengemis (peminta-minta).

Tak ayal, jika desa itu mendapat julukan kampung pengemis dan menjadi pusat perhatian para peneliti, akademisi dan media massa meski tidak semudah yang dibayangkan untuk masuk ke desa tersebut.

Setiap orang yang masuk perkampungan pengemis itu tidak akan percaya bila warganya menjadi pengemis. Selain tidak ada rumah gedek (Rumah anyaman bambu), kendaraan sepeda motor juga ramai terlihat lalu lalang.

Meski rumah warga satu dengan yang lain berjarak antara 10 meter hingga 20 meter, namun terlihat rumah berukuran besar dan kokoh dilengkapi antena parabola, lantai keramik lengkap dengan berbagai macam hiasan sudah bukan barang langka dan asing lagi.

Akses jalan desa yang menjadi penghubung dengan desa tetangga juga beraspal, kecuali jalan penghubung kampung di desa itu yang masih jalan makadam dan sulit dijangkau dengan mobil mewah.

Untuk ukuran desa di Sumenep, kondisi Desa Pragaan Daya sudah maju. Program pemerintah sudah masuk dan aktivitas masyarakat seperti layaknya warga desa tetangga.

Satu dari penduduk desa pengemis, Ny Halimah (46) yang kesehariannya menjadi peminta-minta di Kota Sumenep sudah memiliki 4 ekor sapi. Dia memiliki rumah yang selesai dibangun 3 tahun silam lengkap dengan perabotan mewah.

Meski sudah tergolong kelas ekonomi menengah untuk ukuran desa, namun Ny Halimah mengaku tidak bisa meninggalkan profesinya sebagai penerima sedekah dari orang lain yang sudah turun temurun dilakukan.

Banyak alasan yang dikemukakan. Selain tidak memiliki lahan pertanian yang cukup hingga tidak mempunyai skill yang bisa menghasilkan menutupi kebutuhan hidupnya.

"Saya tidak mempunyai pekerjaan lagi, kecuali menerima sedekah dari orang lain. Dan ini pekerjaan yang telah turun-temurun dan tidak mungkin ditinggalkan," kata Halimah kepada detiksurabaya.com di rumahnya, Kamis (20/8/2009).

Dalam pandangannya, uang hasil meminta-minta itu adalah rezeki halal karena uang itu diberikan oleh si empunya secara ikhlas.

"Kalau tidak ikhlas tidak mungkin diberikan pada saya. Jadi, pemberian orang itu adalah sedekah yang tidak ada salahnya bila diterima," ujarnya.

Menurut dia, warga Desa Pragaan Daya yang meminta-minta tidak hanya dilakukan di wilayah Madura, mereka yang masih sehat dan mempunyai kemampuan untuk datang ke daerah lain, biasanya banyak mengemis di Jawa Barat, Bandung, Jakarta dan DKI.

Bahkan, ada yang merantau hingga Kalimantan dan Malaysia. Namun bagi yang sudah tua, daerah yang biasa didatangi hanya Kota Surabaya dan kota lain di Jawa Timur.

Tidak sedikit bagi mereka yang mengemis di luar Madura mempunyai kemampuan lebih. Bahkan, ada yang menyandang predikat haji atau telah mampu melaksanakan rukun Islam yang kelima dari hasil mengemis.

"Kalau sudah jadi pak haji baru berhenti, tinggal anak-anaknya yang melanjutkan pekerjaan menerima sedekah itu," katanya seraya menolak menyebutkan identitas orang yang dimaksud.

Sementara Sekretaris Desa Pragaan Daya Kecamatan Pragaan Sumenep, Moh Haruji Saleh mengaku tidak risau dengan predikat desa pengemis. "Ini sudah bagian dari kehidupan warga kami sehingga harus menyandang predikat kampung pengemis. Ya tidak apa-apa," ujar Haruji kepada detiksurabaya.com di rumahnya.

Dia mengaku sudah melakukan berbagai macam cara untuk menghentikan kebiasaan meminta-minta namun menemui kesulitan. Selain mereka tidak mempunyai pekerjaan lain, juga ada sebagian yang memang tidak mempunyai lahan pertanian.

"Usaha yang bisa dilakukan hanya dengan memutus mata rantai menjadi pengemis. Para kawula mudanya jangan sampai ikut mewarisi profesi orang tuanya itu," terangnya.

Para kawula muda, kata dia, pendidikannya sudah banyak yang masuk perguruan tinggi. Bahkan, ada yang masuk di fakultas kedokteran di sebuah perguruan tinggi di Jember. Meski diakui jika biaya untuk menyekolahkan itu dari hasil mengemis, bukan berarti harus menjalankan profesi orang tuanya.

taken from:
detikcom - Kamis, Agustus 20

Wednesday, 19 August 2009

5 Real Life Soldiers Who Make Rambo Look Like a Pu****

1. Audie Murphy



When Audie Murphy applied to the Marines in 1942 at the tender age of 16, he was 5'5" and weighed 110 pounds. They laughed in his face. So he applied to the Air Force, and they also laughed in his face. Then he applied for the Army, and they figured they could always use another grunt to absorb gunfire, so they let him in. He wasn't particularly good at it, and they actually tried to get him transferred to be a cook after he passed out halfway through training. He insisted that he wanted to fight though, so they sent him into the maelstrom.

During the invasion of Italy he was promoted to corporal for his awesome shooting skills, and at the same time contracted malaria, which he had for almost the entire war. Try to remember that.

He was sent into southern France in 1944. He encountered a German machine gun crew who pretended they were surrendering, then shot his best buddy. Murphy completely hulked out, killed everyone in the gun nest, then used their weaponry to kill every baddie in a 100-yard radius, including two more machine gun nests and a bunch of snipers. They gave him a Distiguished Service Cross, and made him platoon commander while everyone apologized profusely for calling him "Shorty."

About half a year later, his company was given the job of defending the Colmar Pocket, a critical region in France, even though all they had left was 19 guys (out of the original 128) and a couple of M-10 Tank Destroyers.

The Germans showed up with a ****load of guys and half a dozen tanks. Since reinforcements weren't coming for a while, Murphy and his men hid in a trench and sent the M-10s to go do the heavy lifting. They got ripped to shreds.

Then, this five-and-a-half-foot-tall kid with malaria ran up to one of the crippled M-10s, hopped in behind the .50 cal machine gun, and started killing everything in sight. Understand that the M-10 was on fire, had a full tank of gas and was basically a death-trap.

He kept going for almost an hour until he was out of bullets, then walked back to his bewildered men as the M-10 exploded in the background Mad Max style. They gave him literally every medal they could (33 in all, although he had doubles of a few, plus five from France and one from Belgium), including the Medal of Honor.

After the war, he came down with Shell-Shock, and was prescribed the antidepressant placidyl. When he became addicted to the drug, rather than enter a program like some kind of sissy, he went cold-turkey, locked himself in a motel room for a week and got over it. He wrote an autobiography entitled To Hell and Back, and later became an actor.

2. Alvin York



Born to a family of redneck farmers from Tennessee, Alvin York spent much of his youth getting **** drunk in bars and getting into crazy barfights. When his friend got killed in one of the aforementioned barfights, he swore off the liquor, and became a pacifist. When he received his draft notice in 1917, York filed as a "conscientious objector" but was denied. They shipped his ass out to basic training.

About a year later, he was one of 17 men designated to sneak around and take out a fortified machine-gun encampment guarding a German railroad. As they were approaching, the gunners spotted them and opened fire, tearing nine of the men to pieces.

The few survivors that didn't have enormous balls of steel ran away, leaving York standing there taking fire from 32 heavy machine gunners. As he said in his diary,

"I didn't have time to dodge behind a tree or dive into the brush, I didn't even have time to kneel or lie down. I had no time no how to do nothing but watch them-there German machine gunners and give them the best I had. Every time I seed a German I just touched him off. At first I was shooting from a prone position; that is lying down; just like we often shoot at the targets in the shooting matches in the mountains of Tennessee; and it was just about the same distance. But the targets here were bigger. I just couldn't miss a German's head or body at that distance. And I didn't."

After he killed the first 20 men or so, a German lieutenant got five guys together to try to take this guy from the side. York pulled out his Colt .45 (which only had eight bullets) and killed all of them with it, a practice he likened to "shoot[ing] wild turkeys back home."

At this point lieutenant Paul Jurgen Vollmer yelled out over the noise asking if York was English. See, in WWI, no one really took the Americans very seriously, and everyone thought of them as the rookies. Vollmer figured this crazy/awesome/ballsy soldier must be some kind of English superman who was showing these sissy Americans how it was done. When York said he was American, Vollmer replied "Good Lord! If you won't shoot any more I will make them give up."

Ten minutes later, 133 men came walking towards the remains of York's battalion. Lieutenant Woods, York's superior at first thought it was a German counter-attack until he saw York, who saluted and said "Corporal York reports with prisoners, sir." When the stunned officer asked how many, York replied "Honest, Lieutenant, I don't know."

3. Jack Churchill



An allied commander in WWII, and an avid fan of surfing, Captain Jack Malcolm Thorpe Fleming Churchill aka "Fighting Jack Churchill" aka "Mad Jack" was basically the craziest mother****er in the whole damn war.

He volunteered for commando duty, not actually knowing what it entailed, but knowing that it sounded dangerous, and therefore fun. He is best known for saying that "any officer who goes into action without his sword is improperly dressed" and, in following with this, for carrying a sword into battle. In WWII. And not one of those sissy ceremonial things the Marines have. No, Jack carried a ****ing claymore. And he used it, too. He is credited with capturing a total of 42 Germans and a mortar squad in the middle of the night, using only his sword.

Churchill and his team were tasked with capturing a German fortification creatively called "Point 622." Churchill took the lead, charging ahead of the group into the dark through the barbed wire and mines, pitching grenades as he went. Although his unit did their best to catch up, all but six of them were lost to silly things like death. Of those six, half were wounded and all any of them had left were pistols. Then a mortar shell swung in and killed/mortally wounded everyone who wasn't Jack Churchill.

When the Germans found him, he was playing "Will Ye No Come Back Again?" on his bagpipes. Oh, we didn't mention that? He carried them right next to his big ****ing sword.

After being sent to a concentration camp, he got bored and left. Just walked out. They caught him again, and sent him to a new camp. So he left again. After walking 150 miles with only a rusty can of onions for food, he was picked up by the Americans and sent back to Britain, where he demanded to be sent back into the field, only to find out (with great disappointment) the war had ended while he was on his way there. As he later said to his friends, "If it wasn't for those damn Yanks, we could have kept the war going another 10 years!"

4. Yogendra Singh Yadav



Yogendra Singh Yadav was a member of an Indian grenadier battalion during a conflict with Pakistan in 1999. Their mission was to climb "Tiger Hill" (actually a big-ass mountain), and neutralize the three enemy bunkers at the top. Unfortunately, this meant climbing up a sheer hundred-foot cliff-face of solid ice. Since they didn't want to all climb up one at a time with ice-axes, they decided they'd send one guy up, and he'd fasten the ropes to the cliff as he went, so everyone else could climb up the sissy way. Yadav, being awesome, volunteered.

Half way up the icy cliff-o'-doom, enemies stationed on an adjacent mountain opened fire, shooting them with an RPG, then spraying assault-rifle fire all over the cliff. Half his squad was killed, including the commander, and the rest were scattered and disorganized. Yadav, in spite of being shot three times, kept climbing.

When he reached the top, one of the target bunkers opened fire on him with machine guns. Yadav ran toward the hail of bullets, pitched a grenade in the window and killed everyone inside. By this point the second bunker had a clear shot and opened fire, so he ran at them, taking bullets while he did, and killed the four heavily-armed men inside with his bare hands.

Meanwhile, the remainder of his squad was standing at the top of the cliff staring at him saying, "dude, holy ****!" They then all went and took the third bunker with little trouble.

For his gallantry and sheer ballsiness, he was awarded the Param Vir Chakra, India's highest military award. Unlike the Medal of Honor, the Param Vir Chakra is only given for "rarest of the rare gallantry which is beyond the call of duty and which in normal life is considered impossible to do." That's right, you actually have to break the laws of reality just to be eligible.

It has only been awarded 21 times, and two thirds of the people who earned it died in the process. It was initially reported that Yadav had as well, but it turns out that they just mistook him for someone less badass. Or they just figured no real human being could survive a broken leg, shattered arm and 10-15 fresh bullet holes in one sitting.

5. Simo Hayha



Simo Hayha had a fairly boring life in Finland. He served his one mandatory year in the military, and then became a farmer. But when the Soviet Union invaded his homeland in 1939, he decided he wanted to help his country.

Since the majority of fighting took place in the forest, he figured the best way to stop the invasion was to grab his trusty rifle, a couple of cans of food and hide in a tree all day shooting Russians. In six feet of snow. And 20-40 degrees below zero.

Of course when the Russians heard that dozens of their men were going down and that it was all one dude with a rifle, they got ****ing scared. He became known as "The White Death" because of his white camouflage outfit, and they actually mounted whole missions just to kill that one guy.

They started by sending out a task force to find Hayha and take him out. He killed them all.

Then they tried getting together a team of counter-snipers (which are basically snipers that kill snipers) and sent them in to eliminate Hayha. He killed all of them, too.

Over the course of 100 days, Hayha killed 542 people with his rifle. He took out another 150 or so with his SMG, sending his credited kill-count up to 705.

Since everyone they had was either too dead or too scared to go anywhere near him, the Russians just carpet-bombed everywhere they thought he might be. Supposedly, they had the location right, and he actually got hit by a cloud of shrapnel that tore his coat up, but didn't actually hurt him, because he's the ****ing White Death, damn it.

Finally on March 6th, 1940, some lucky bastard shot Hayha in the head with an exploding bullet. When some other soldiers found him and brought him back to base, he "had half his head missing." The White Death had finally been stopped...

...for about a week. In spite of having come down with a nasty case of shot-in-the-face syndrome, he was still very much alive, and regained consciousness on March 13, the very day the war ended.

-sedik-
taken from:
http://www.survivalistboards.com/showthread.php?t=54115

new concept...

Rencananya,format isi blog ini akan berubah,sekarang dalam blog ini amatlah beragam isinya (kebanyakan seni dan budaya) dan mungkin besok isi di blog ini akan ditambahi dengan berita-berita up to date dan unik...
Sekian and thx for visiting...

Wednesday, 29 April 2009

Why we have to write an argumentative essay? (task 8)

As we know, argumentative essay is essay which the content is our argument about something controversial. Therefore, it is important for us to have the ability to write an argumentative essay. There are several factors which force us to have the ability of writing an argumentative essay.

The first is we are students. In our life as a student, we often have a discussion about a particular topic, especially in our lesson or subject in our study. When we have a discussion, we must have our own idea which often crushing other student ideas. That is why we have to acquire the argumentative essay writing skill.

The second factor is by having the skill to write an argumentative essay we can express our feeling or we can share our idea about any topics which we are interested in. If we can share our idea in a correct way, we will get an appreciation in our society. It means that we exist in the society. Why is it so? The basic idea of this statement comes from one of the most famous Latin proverb Cogito Ergo Sum which means we think, so that we exist.

The third factor is we try to criticize a particular topic if we want to write an argumentative essay. Why it is important? Because, when we want to criticize a particular topic, we have to understand the topic well. If I may say, we have to master the topic. It is hard, but if we want to compose an argumentative essay, that is the first step to do. Not only that, but we must consider other ideas of a particular topic and think about the reason why other ideas are wrong. The point of this factor is by writing an argumentative essay; we indirectly increase our knowledge and sharpen our mind.

After knowing the benefits of writing an argumentative essay and we do not try to write it, we will lose out something beneficial for us.

Sunday, 12 April 2009

PERMINTAAN MAAF

Saya sebagai Administrator dari blog ini meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada para pembaca setia. Minggu ini saya sangat sibuk dengan berbagai tetek bengek Pemilu 2009,jadi saya tidak sempat mengupload berita-berita dan artikel di blog ini.

Malkisedik Yahya
administrator

Friday, 10 April 2009

IPTA TATTO RENDEZVOUS 2009

Kreatif. Komunitas seniman tato yang tergabung dalam Indonesian Profesional Tatto Association (IPTA) menggelar perlombaan seni mengukir tubuh di Mangga Dua Square, Jakarta, Selasa (31/3). Sekitar 34 peserta dari berbagai daerah di Indonesia mengikuti pergelaran seni lukis tubuh yang untuk kali pertamanya dilakukan di Jakarta itu.

Mengusung tema IPTA TATTO RENDEZVOUS 2009, komunitas ini mengajak pecinta tato memperhatikan kebersihan dan keamanan pada saat melukis tubuh.

"Perlomban ini diadakan untuk mengajak kawan-kawan pecinta tato membuat tato yang bersih dan aman," kata Febri, ketua penyelenggara, saat ditemui KontekAja di sela acara. "Selain itu, melalui perlombaan ini kita juga memperkenalkan kepada khalayak bahwa tato itu merupakan seni ukir tubuh yang indah."

Dikemukakan, perlombaan ini diikuti 34 peserta dari berbagai daerah seperti Bandung, Bali, Semarang, dan banyak lagi. Mereka telihat sangat antusias mengukir tubuh rekannya. Ada yang melukis di bahu, dada, tangan, dan kaki. Dengan berbagai bentuk desain, para seniman tato tampak lihai memainkan pena jarum ke tubuh rekannya itu.

"Agak sedikit sakit sih tapi asyik," kata Kris, salah seorang model yang ditato, sambil sedikit meringis kesakitan.

Penilaian dilakukan lansung oleh dewan juri yang berasal dari komunitas IPTA sendiri. Febri menerangkan, "Penilaian dilihat dari seni keterampilan, pemilihan warna dan desain gambar serta pemilihan tempat pada tubuh dan warna."

Ia menambahkan, keterampilan yang dimaksud adalah bagaimana garis-garis yang ditorehkan pada kulit tidak pecah serta banyaknya pemilihan warna pada garis tersebut cocok dengan gambar. "Namun, yang paling penting adalah bagaimana membuat tato yang bersih dan aman," ujarnya.

Sementara itu, Dian (27), salah satu peserta, mengatakan, "Sebaiknya perlomban seperti ini sering dilakukan agar para seniman tato di Jakarta mempunyai wadah berekspresi."

Dian yang mengaku baru berkecimpung dalam dunia seni ukir tubuh ini mengatakan tertarik mengikuti perlombaan ini karena ingin bertemu dan belajar dengan seniman-seniman tato profesional. "Senang ikut perlombaan ini karena bisa bertemu dan belajar dari orang professional," ungkapnya.

Perlombaan ini berlangsung dalam lima sesi yaitu live tattoo contest, traditional tattoo performance, tattoo show competition, needle man show, dan art fushion.








taken from: kontekaja.com


Rumah dari Tangki Bekas nan Aduhai

PERNAH melihat silo alias tangki besar tempat penyimpanan atau penyulingan minyak? Di kawasan Provo River, kota Utah, AS, seseorang menyulapnya menjadi sebuah rumah hunian.

Lihat foto-fotonya, sungguh aduhai, bukan? Selain lebih murah ketimbang menggunakan material batu bata dan semen, rumah ini juga memberikan sensasi tersendiri bagi pemiliknya.

Untuk kawasan tropis macam Indonesia, rumah model ini tentu tidak cocok mengingat bahan bakunya yang memberikan efek panas; kecuali selalu menggunakan AC. Artinya, rumah dari tangki bekas ini tidaklah hemat energi.

Mau mencoba memiliki rumah model begini? Coba tanya ke Pertamina atau perusahaan migas, mungkin ada silo bekas yang bisa Anda daya gunakan!












taken from: kontekaja.com

Ironis, Amrozi Saja Masih Masuk DPT


Kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) memang membuat kita mengelus dada. Sedih, juga lucu.
Bagaimana tidak, banyak rakyat yang berhak memilih justru tak terdaftar ikut Pemilu 2009, mereka yang telah meninggal justru terdaftar sebagai pemilih alias masuk DPT (Daftar Pemilih Tetap), termasuk Amrozi, terpidana mati bom bali yang dieksekusi tahun lalu.

Lucunya lagi, anggota KPU Provinsi Jawa Timur, Arif Budimannya di Surabaya, Kamis (2/4) bilang masuknya nama almarhum Amrozi dalam daftar pemilih tetap (DPT) karena faktor teknis yang bukan disengaja.

"Dan masuknya nama Amrozi dalam DPT itu tetap tidak akan menjamin dia mendapatkan formulir panggilan untuk memilih," katanya enteng.

Ya, jelas saja dia nggak dapat formulir. Memangnya KPU bisa mendatangkan orang yang sudah meninggal...!

taken from: kontekaja.com

Gunting Tertelan Gara-gara Teman Melucu

Menyeramkan. Gunting tertelan dan menyangkut di tenggorokan. Ini dialami Kong Lin, 27, warga Putian, China.

Beberapa hari lalu, demikian diwartakan Daily Mail, Kong Lin makan bersama teman-temannya. Usai makan, dia membersihkan sisa-sisa makanan di giginya menggunakan sebuah gunting lipat kecil.

Saat bersamaan, seorang temannya tiba-tiba melucu dan Kong Lin tertawa. Nah, saat itulah secara tak sengaja guntingnya tertelan.

Paniklah Kong Lin dan teman-temannya. Upaya memuntahkan gunting dilakukan, tapi gagal. Oleh teman-temannya, Lin dibawa ke rumah sakit.

Operasi dengan pembiusan lokal dilakukan. Sekitar 30 menit kemudian dokter berhasil mengeluarkan gunting itu. Legalah Kong Lin.

taken from: kontekaja.com

Hah! 200 Masjid di Mekah Salah Kiblat?

Beberapa laporan dari Arab Saudi menyebutkan sekitar 200 masjid di kota suci Mekah tidak menghadap ke arah kiblat.

Surat kabar Saudi Gazette melaporkan, orang-orang yang melihat ke bawah dari atas gedung-gedung tinggi yang baru di Makkah menemukan, mihrab di banyak masjid tua Mekah tidak mengarah langsung ke Kabah.

Saat menunaikan salat, warga muslim sedapat mungkin menghadap ke Kabah, bahkan kalau diperlukan, bisa menggunakan kompas khusus untuk mencari arah kiblat itu.

Kabah tersebut terletak di tengah Masjidil Haram di Mekah.

Wartawan BBC Sebastian Usher menyebutkan, pihak berwenang belakangan melakukan pembangunan kembali kawasan di dan sekitar Masjidil Haram.

Tetapi, masjid-masjid lama di Mekah tetap dipertahankan keberadaannya. Kini bila dilihat dari gedung-gedung tinggi yang baru, sejumlah warga menemukan lokasi mihrab di sebagian masjid tersebut tidak tepat arah.

Pada saat masjid-masjid tersebut dibangun, digunakan perkiraan kasar arah kiblat karena saat itu belum ada alat yang akurat.

Sebagian warga mengatakan ibadah mereka mungkin tidak sah. Seorang pejabat Arab Saudi mengatakan ibadah salat mereka tidak akan terpengaruh.

Sebagian orang menyarankan sinar laser dipancarkan dari kubah Masjidil Haram untuk menunjukkan arah kiblat yang tepat.

taken from:
kontekaja.com

Di Surabaya Ubin Bisa Buat Goreng Telur

Ubin itu ada di rumah Wiwin, 31. Ia mengaku telah menggunakan ubin bersuhu panas itu sejak dua tahun lalu. Namun, baru dua hari terakhir ini, ubinnya semakin memanas. Sehingga, kabar itu membuat warga di sekitar rumahnya langsung memadatinya. Mereka ingin tahu seperti apa jenis ubin itu.

"Panasnya semakin tinggi, sejak turun hujan deras kemarin. Saat daerah sini banjir," kata Wiwin, Jumat (13/3).

Untuk memastikan asal panas ubin, Wiwin juga sempat meminta tolong pada beberapa warga yang mengerti instalasi listrik untuk memeriksanya. "Setelah diperiksa ternyata tidak ada hubungannya dengan aliran listrik," jelasnya.

Kepada wartawan, suami Wiwin, Irvan bahkan sempat mempraktikkan menggoreng telur di atas ubin itu. Dan benar saja, telur itu masak seperti halnya digoreng di atas kompor.

taken from: inilah.com

Kampung Bujang India

KITA mungkin biasa mendengar gelar bujang lapuk untuk pria sudah berumur tapi tak juga berumah tangga. Tetapi di India, perkataan itu lebih bermakna satu kawasan di pedalaman yang berjuluk Kampung Bujang. Pasalnya, Kampung Barwaan Kala, demikian nama kampung itu, dihuni oleh para bujang. Tak ada perempuan di sana.


Kampung Barwaan Kala adalah satu perkampungan terpencil yang terletak di tengah-tengah kawasan bukit bukau dan hutan tebal di Kaimur, wilayah Bihar di utara India.

Lantaran letaknya yang terpencil, kampung ini menjadi terisolasi dari dunia luar. Kawasan ini hanya dikelilingi bukit bukau yang menghijau serta hutan nan sunyi.

Nah, sekitar 120 jiwa penduduk lelaki kampung ini belakangan amat gelisah. Mereka yang sudah berusia 18 tahun, bahkan ada yang 80 tahun hidup membujang. Jelas saja mereka merindukan belaian kasih sayang wanita, sebagai pemping hidup.

Sejatinya, di kampung ini tadinya bukan tak ada wanita. Hanya saja, anak perempuan di sini langsung dikirim ke daerah lain yang lebih ramai, untuk mendapatkan jodoh.

Lantaran tak ada perkawinan di sini, konon, sekitar 50 tahun lalu, lembaga semacam Kantor Urusan Agama (KUA), lembaga yang menangani pernikahan, akhirnya ditutup.

Persoalan kenapa pria di sini membujang, memang bukan karena mereka tak laku. Melainkan karena perkampungan Barwaan Kala hanya dihuni pria dan tempatnya yang terisolasi.

Barwaan Kala hanya dapat dkunjungi melalalui helikopter. Bagi mereka yang sanggup dapat mendatangi tempat ini dengan berjalan kaki. Dari desa terdekat, butuh waktu dua jam, naik turun tebing yang cukup berbahaya untuk mencapai Barwaan Kala. Inilah yang menjadikan para gadis enggan tinggal di sini.

Bila telah berada di luar desa, mereka enggan kembali ke kampung halamannya. Terlalu berisiko untuk masuk wilayah hutan lebat yang banyak jurangnya serta binatang buas itu.

Lantaran masalah inilah penghuni Kampung Bujang bergotong royong membangun jalan yang menghubungkan kampungnya dengan kampung lain agar ada wanita sudi datang ke tempat ini. Jalan yang dibangun rencanangnya sepanjang 6 km. Mereka berharap jalan ini dilalui gadis-gadis pujaan hati. Yah, semacam jalan untuk mencari jodoh.

“Ini memang menyedihkan. Bagaimana lelaki yang cukup syaratnya dan masih bujang, gagal menemukan pasangannya. Bukan hanya istri, wanita pun tak ada di Barwaan Kala,” kata aktivis sosial, Chandrama Singh Yadav kepada seperti dikutip timesonline, belum lama ini.

Chandrama Singh Yadav adalah pekerja sosial yang menganjurkan agar warga di situ membangun jalan. "Saya berharap dengan adanya jalan ini maka lelaki Barwaan Kala mendapatkan istri dari kampung lain."

Proyek jalan raya ini diharapkan selesai dalam dua bulan mendatang. Hanya saja, rencana itu bisa gagal lantaran masalah tanah yang akan dibuat jalan itu ternyata kawasan hutan lindung. Belum lagi masalah ancaman binatang buas macam harimau dan pemberontak komunis yang bersembunyi dalam hutan tersebut.

Laporan terakhir menyebutkan para bujang ini tak putus asa. Mereka bersama-sama bahu membahu mengayunkan cangkul dan peralatan lainnya untuk membangun jalan dambaan mereka itu. Kini jalan itu sudah terbangun sekitar 3 km dan tinggal separohnya lagi.

“Kami akan selesaikan jalan ini agar kami dapat menikah seperti orang lain,” kata salah seorang penduduk, Sheo Karwar, 28 tahun.

Begitulah sulitnya untuk meraih gelar suami di kampung bujang ini. Masih banyak rintangan yang harus mereka hadapi untuk menyelesaikan proyek tersebut.

Dan, hanya waktulah yang menentukan apakah Kampung Barwaan Kala kelak akan diwarnai derai tawa para pengantin baru.

taken from:
kontekaja.com

Friday, 3 April 2009

Rumah Rehabilitasi Bagi Caleg Gagal


Seorang warga di Purwakarta, Jawa Barat, menyediakan tempat rehabilitasi mental bagi para calon legislatif yang stres karena tidak terpilih dalam pemilu nanti. Rumah rehabilitasi itu berdiri di atas hamparan tanah seluas 26 hektare di Kampung Awi Mekar, Bungur Sari, Purwakarta.

Pemilik rumah, Kastono, selain sengaja menjadikan rumahnya sebagai tempat penampungan juga menyediakan berbagai fasilitas termasuk jasa konsultasi dengan psikiater dan ulama. Untuk biaya rehabilitasi Kastono tidak mempermasalahkannya.

Di Kabupaten Purwakarta, ada 412 caleg yang memperebutkan 45 kursi DPRD. Terbatasnya jumlah kursi menyebabkan mereka harus bersaing keras dengan caleg lainnya. Tekanan inilah yang bisa membuat caleg stres.(IAN/Syamsu Nursyam)

taken from: Liputan6.com

Sopir Bus Trans Jakarta Pingsan


Apa yang dirasakan penumpang jika sopir yang sedang mengemudikan busnya pingsan? Tentu saja panik. Begitulah yang dirasakan penumpang salah satu armada TransJakarta jurusan Blok M - Kota.

Saat sedang asyik menikmati perjalanan, tiba-tiba laju bus sedikit oleng. Penumpang bus favorit warga Jakarta itu pun langsung menjerit-jerit. Panik.

Begitu cerita Dudung, seorang penumpang TransJakarta, kepada detikcom, Kamis (2/4/2009). Menurut karyawan yang berkantor di Jalan MH Thamrin itu, peristiwa itu terjadi sekitar pukul 06.45 WIB.

"Waktu bus memasuki bundaran HI, bus yang saya naiki jalannya kurang stabil seperti ada sesuatu yang kurang beres," cerita Dudung.

Namun Dudung dan penumpang lain belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada bus tersebut. Penumpang semakin panik saat bus berwarna merah itu tidak berhenti di halte Sarinah.

"Bus tidak berhenti untuk menurunkan dan menaikkan penumpang. Ada sebagian penumpang mengira bus mengalami kerusakan rem," kata Dudung.

Dan tiba-tiba, bus berhenti mendadak di lampu merah Sarinah. Saat itu, para penumpang melihat sopir TransJakarta tersebut semaput. "Saya lihat sopir sudah pingsan, kondektur lalu membuka pintu emergency," kata Dudung.

Dudung dan penumpang lain pun mengelus dada. Banyak yang mengucap syukur karena tidak terjadi kecelakaan yang serius. "Untung tidak ada korban," katanya.

Tak seberapa lama kemudian, datang armada TransJakarta yang lain. Para penumpang pun dialihkan ke bus tersebut. Dudung tidak mengetahui nasib sopir tersebut.

Dari peristiwa itu, Dudung pun berharap pengelola TransJakarta lebih memperhatikan kesehatan para sopirnya. "Serta sistem seleksi pengemudi harus diperketat dari sisi fisik dan kesehatannya. Hal itu dilakukan agar kejadian serupa tidak terulang lagi," harapnya.

detikcom - Kamis, April 2

Tuesday, 31 March 2009

The Day She Went Away (task 7)

It happened several years ago, three years ago exactly. At that time, I was in my second semester. My best friend left me forever, and she will never come back to this world.

The story was started when I was in my first grade of senior high school. I had a friend, her name is Ann. She came from a rich family. She never worried about money and everything that she needed because her parent would fulfill it, but her parent did not give her enough care, love and affection. The consequence was in her first year of senior high school, she started to consume drug. She consumed lexotan, magadon, extacy and many kinds of drug and as time goes by, she started to consume putaw and shabu-shabu. As we know, the abuse of those kinds of drug is really dangerous. One time, her parent knew this fact and sent her to the rehabilitation center. Fortunately, she could leave all of them.

After that, she went to my house often; I did not know why it was so because everything flew naturally. In our chat, she told me that she has changed her attitude but her parent did not do the same thing. Every time she came to my house, my parents were very welcome to her because they knew her background and had great empathy with her. After all, we were so close. People always thought that we were a couple, and they were absolutely wrong. I had a girlfriend and so did she. Even tough we had our own mate, we did many things together, such as billiard, hang out and other fun activities. Sometimes we did double date but it was very rare. Day by day passed happily, but one day everything turned to grey and became so gloomy. Firstly, she often felt something strange in her body. Then she met a doctor, and the doctor told her that her lever was broken because of her bad habit in the past. She was very shocked and I told her that everything was going to be all right; later on I realized that I was wrong. She had a surgery, and only God knew why it went wrong. Maybe God wanted her to be on His side. She left me, her family, and all of people who did love her. God, please, place her in the best place You have.

That is all of my story, I am sorry for not telling you the exact date or something in details because I want to forget her last moment on earth and I just want to remember all the sweet things we have done.

Photo of the Week


(click it to see the larger picture)

Semua Ada Batasnya
photographed by sedik

Ketidakterbatasan sesungguhnya menjadi batasan
Bagi mu dan ku
Tinggal kesadaran kita yang berperan

Poem of the Week

Half Moon in a High Wind
by Carl Sandburg

MONEY is nothing now, even if I had it,
O mooney moon, yellow half moon,
Up over the green pines and gray elms,
Up in the new blue.

Streel, streel,
White lacey mist sheets of cloud,
Streel in the blowing of the wind,
Streel over the blue-and-moon sky,
Yellow gold half moon. It is light
On the snow; it is dark on the snow,
Streel, O lacey thin sheets, up in the new blue.

Come down, stay there, move on.
I want you, I don’t, keep all.
There is no song to your singing.
I am hit deep, you drive far,
O mooney yellow half moon,
Steady, steady; or will you tip over?
Or will the wind and the streeling
Thin sheets only pass and move on
And leave you alone and lovely?
I want you, I don’t, come down,Align Center
Stay there, move on.
Money is nothing now, even if I had it.

Lyric of the Week



At Your Side

When the daylight's gone, and you're on your own
And you need a friend, just to be around
I will comfort you, I will take your hand
And I'll pull you through, I will understand
And you know that...

I'll be at your side
There's no need to worry
Together, we'll survive
Through the haste & hurry
I'll be at your side
if you feel like you're alone
And you've nowhere to turn
I'll be at your side

If life's standing still, and your soul's confused
And you cannot find what road to choose
If you make mistakes (make mistakes)
You can't let me down (let me down)
I will still believe (still believe)
I will turn around

I'll be at your side
I'll be at your side

You know that
I'll be at your side
There's no need to worry
Together we'll survive
Through the haste & hurry
I'll be at your side, if you feel like you're alone
You've got somewhere to go
'Coz I'm right there
I'll be at your side
I'll be right there for you
(Together we'll survive)
Through the haste & hurry
I'll be at your side, if you feel like you're alone
You've got somewhere to go
'Coz I'm at your side
Yeeeah, I'll be right there for you
I'll be right there for you yeah
I'm right at your side

performed by The Corrs

click the link below to get the song

the corrs - at your side (Acoustic version)

Friday, 27 March 2009

Timbul Meninggal, Tarsan Minta Kibarkan Bendera 1/2 Tiang

Bendera 1/2 Tiang

Jakarta Pelawak legendaris Timbul menghembuskan nafas terakhirnya pada Kamis (26/3). Untuk menghormati almarhum, pelawak Tarsan pun menghimbau supaya masyarakat mengibarkan benderan setengah tiang.

Tarsan mengungkapkan Timbul adalah salah satu tokoh besar yang pantas menjadi panutan. Timbul juga pernah mendapatan gelar kehormatan dari Keraton Solo.

"Saya sudah menghimbau pelawak-pelawak lain bahkan masyarakat untuk memasang bendera setengah tiang, karena dia tokoh besar," ujarnya saat ditemui di rumah duka, Jl. Cendrawasih 8, Slipi, Jakarta Barat, Jumat (27/3/2009).

Menurut Tarsan, Timbul adalah sosok yang tidak akan pernah tergantikan. Tarsan pun mengenang sosok Timbul yang selalu mengajak pelawak-pelawak lain untuk menyisihkan sebagaian honornya untuk ditabung. Timbul percaya karir sebagai seorang pelawak tidak bisa bertahan lama.

"Kenangan yang tak terlupakan dari mas Timbul, dia selalu mengajarkan pelawak-pelawak lainnya untuk menabung di hari tua," kenang Tarsan.

Ditulis oleh: Pebriansyah Ariefana - detikhot

Selamat Jalan Pak Timbul


Pelawak Timbul Meninggal Dunia

 
Jakarta Kabar duka kembali datang dari dunia Hiburan Indonesia. Kamis (26/3/2009) pelawak Timbul menghembuskan nafas terakhirnya. Berita duka itu disampaikan oleh menantunya.

"Iya mas, benar," begitu ujar Mulyani menantu Timbul saat dikonfirmasi oleh detikhot lewat ponselnya, Kamis (26/3/2009).

Berita itu diperkuat lagi oleh keterangan dari teman Timbul sesama komedian, Indro Warkop. Menurut Indro Timbul menghembuskan nafas terakhirnya di RS Pelni, Petamburan Jakarta Barat, siang ini.

Sayang Indro belum bisa menjelaskan waktu tepat kepergian pelawak yang tergabung dalam Srimulat itu.

"Iya mas, di RS Pelni, barusan saja. Waktunya belum bisa dipastikan," ujar Indro lewat ponselnya.

Sejak Januari lalu, Timbul telah menderita kencing manis, kolesterol dan asam urat, dan mengeluh sesak nafas. Ia pun sempat dirawat di Rumah Sakit yang sama. Saat itu Pria berkacamata tersebut sempat jatuh dari kamar mandi karena sakit kepala.

Teman-teman Timbul yang tergabung dalam Persatuan Pelawak Indonesia rencananya akan segera datang ke rumah duka.

ditulis oleh: Pebriansyah Ariefana - detikhot

Kebudayaan Tari Golek Menak Dari Yogyakarta

Golek Menak


Tari Golek Menak merupakan salah satu jenis tari klasik gaya Yogyakarta yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Penciptaan tari Golek Menak berawal dari ide sultan setelah menyaksikan pertunjukkan Wayang Golek Menak yang dipentaskan oleh seorang dalang dari daerah Kedu pada tahun 1941. Disebut juga Beksa Golek Menak, atau Beksan Menak. Mengandung arti menarikan wayang Golek Menak.

Karena sangat mencintai budaya Wayang Orang maka Sri Sultan merencanakan ingin membuat suatu pagelaran yaitu menampilkan tarian wayang orang. Untuk melaksanakan ide itu Sultan pada tahun 1941 memanggil para pakar tari yang dipimpin oleh K.R.T. Purbaningrat, dibantu oleh K.R.T. Brongtodiningrat, Pangeran Suryobrongto, K.R.T. Madukusumo, K.R.T. Wiradipraja, K.R.T.Mertodipuro, RW Hendramardawa, RB Kuswaraga dan RW Larassumbaga.

Proses penciptaan dan latihan untuk melaksanakan ide itu memakan waktu cukup lama. Pagelaran perdana dilaksanakan di Kraton pada tahun 1943 untuk memperingati hari ulang tahun sultan. Bentuknya masih belum sempurna, karena tata busana masih dalam bentuk gladi resik. Hasil pertama dari ciptaan sultan tersebut mampu menampilkan tipe tiga karakter yaitu :
1. tipe karakter puteri untuk Dewi Sudarawerti dan Dewi Sirtupelaeli,
2. tipe karakter putra halus untuk Raden Maktal,
3. tipe karakter gagah untuk Prabu Dirgamaruta

Tiga tipe karakter tersebut ditampilkan dalam bentuk dua beksan, yaitu perang antara Dewi Sudarawerti melawan Dewi Sirtupelaeli, serta perang antara Prabu Dirgamaruta melawan Raden Maktal.

Melalui pertemuan-pertemuan, dialog dan sarasehan antara sultan dengan para seniman dan seniwati, maka sultan Hamengku Buwana IX membentuk suatu tim penyempurna tari Golek Menak gaya Yogyakarta. Tim tersebut terdiri dari enam lembaga, yaitu : Siswo Among Beksa, Pusat Latihan Tari Bagong Kussudiardja, Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI), Mardawa Budaya, Paguyuban Surya Kencana dan Institut Seni Indonesia (ISI).

Keenam lembaga ini setelah menyatakan kesanggupannya untuk menyempurnakan tari Golek Menak (1 Juni 1988), kemudian menyelenggarakan lokakarya dimasing-masing lembaga, dengan menampilkan hasil garapannya. Giliran pertama jatuh pada siswa Among Beksa pada tanggal 2 Juli 1988.

Lokakarya yang diselenggarakan oleh siwa Among Beksa pimpinan RM Dinusatama diawali dengan pagelaran fragmen lakon kelaswara, dengan menampilkan 12 tipe karakter, yaitu :
1. Alus impur (tokoh Maktal, Ruslan dan Jayakusuma),
2. Alus impur (tokoh Jayengrana),
3. Alur kalang kinantang (Perganji),
4. Gagah kalang kinantang (Kewusnendar, Tamtanus, Kelangjajali, Nursewan dan Gajah Biher),
5. Gagah kambeng (Lamdahur),
6. Gagah bapang (tokoh Umarmaya),
7. Gagah bapang (Umarmadi dan Bestak),
8. Raseksa (Jamum),
9. Puteri (Adaninggar seorang Puteri Cina),
10. Puteri impur (Sudarawerti dan Sirtupelaeli),
11. Puteri kinantang (Ambarsirat, Tasik Wulan Manik lungit, dan kelas wara),
12. Raseksi (mardawa dan Mardawi).

Bahasa yang digunakan dalam dialog adalah bahasa bagongan. Busana yang dikenakan para penari mengacu pada busana Wayang Golek Menak Kayu, semua tokoh berbaju lengan panjang, sedangkan cara berkain menerapkan cara rampekan, kampuhan, cincingan, serta seredan disesuaikan dengan tokoh yang dibawakan.

Giliran kedua jatuh pada Pusat Latihan tari Bagong Kussudiardja diselenggarakan di Padepokan Seni Bagong Kusssudiardja sendiri. Bentuk-bentuk tari yang ditampilkan merupakan garapan baru yang bersumber dari Golek Menak, dengan mempergunakan ragam tari yang pernah dipelajari dari kakaknya, yaitu Kuswaji Kawindrasusanta (seorang peraga Golek Menak pada saat proses penciptaan tari oleh Sri Sultan Hamengkubuwana IX).

Beberapa tipe karakter yang ditampilkan antara alain : puteri luruh, puteri Cina, gagah bapang untuk tokoh Umarmaya, gagah kinantang untuk tokoh Umarmadi. Disamping itu ditampilkan pula sebuah garapan kelompok dari tipe gagah kinantang yang diberi nama tari Perabot Desa, dengan gendhing-gendhing yang digarap sesuai keperluan gerak tari sebagai pengiringnya.

Giliran ketiga jatuh pada Sekolah Menengah Karawitan Indonesia Yogyakarta, dipimpin oleh Sunartama dan diselenggarakan pada tanggal 30 Juli 1988 S.M.K.I. menitik beratkan pada penggarapan ragam gerak yang merupakan dasar pokok dari tipe-tipe karakter dari Golek Menak dan memperhatikan gendhing-gendhing yang mengiringi tari agar penampilan tipe-tipe karakter bisa lebih kuat. Penyajian dari S.M.K.I. menampilkan tipe karakter dengan 14 ragam gerak berbentuk demonstrasi, tanpa menggunakan lakon, tata busana, tata rias, antawecana, swerta kandha tidak digarap.

Giliran keempat jatuh pada Mardawa Budaya yang menyelenggarakan lokakarya pada tanggal 9 Agustus 1988 dipimpin oleh Raden Wedana Sasmita Mardawa. Mardawa Budaya menampilkan sebuah fragmen singkat tetapi padat dengan lakon Kelaswara Palakrama. Dalam penampilannya Mardawa Budaya menampilkan 14 tipe karakter.

Giliran kelima adalah Surya Kencana pimpinan raden Mas Ywanjana, yang menyelenggarakan lokakarya pada tanggal 15 Agustus 1988. Surya Kencana memilih bentuk demonstrasi dan menampilakan 16 tipe karakter, serta berupaya memasukkan gerak pencak kembang dan silat gaya Sumatera Barat yang disesuaikan dengan rasa gerak Jawa.

Giliran keenam atau terakhir jatuh pada Institut Seni Indonesia Yogyakarta, yang menyelenggarakan lokakarya pada tanggal 22 Agustus 1988. Lokakarya bertempat di Fakultas Kesenian Kampus Utara, dipimpin oleh Bambang Prahendra Pujaswara, dengan menampilkan 15 tipe karakter dalam demonstrasinya. Demonstrasi tipe-tipe karakter kemudian disusul dengan penampilan sebuah fragmen pendek dengan lakok Geger Mukadam dipetik dari Serat Rengganis.

Para penggarap tari dari ISI Yogyakarta menitik beratkan pada garapan geraknya, iringan tari, tata busana, tata rias serta antawecana. Gerak pencak kembang dari Sumatera barat juga telah dimasukkan, bukan hanya pada adegan perang saja, tapi juga pada ragam-ragam geraknya. Bahasa yang dipergunakan untuk antawecana atau dialog adalah bahasa Jawa pewayangan.

Pada pertemuan pada tanggal 16 September 1988 dia Anjungan Daerah Istimewa Yogyakarta, sultan menyatakan kegembiraannya, bahwa enam lembaga tari di DIY telah menanggapi dengan baik permintaan sultan. Karena hasil lokakarya itu baru merupkan hasil awal dari proses penyempurnaan tari Golek Menak, sultan mengharapkan agar segmen disusul dengan rencana kerja kedua, yaitu pada bulan Maret 1989.

Tetapi sebelum sultan sempat menyaksikan kerja kedua dari Tim Penyempurnaan Tari Golek Menak yang akan jatuh pada bulan Maret 1989, sultan mangkat di Amerika Serikat pada tanggal 3 Oktober 1988. Beberapa minggu kemudian seluruh anggota Tim sepakat untuk meneruskan penyempurnaan tari Golek Menak, meskipun sultan telah tiada. Maka dalam pagelaran hasil penyempurnaan tari Golek Menak tanggal 17 Maret 1989 itu ditampilkan demonstrasi Wayang Golek Menak serta fragmen dramatari Golek Menak dengan cerita yang sama, yaitu kelaswara palakrama atau perkawinan antara kelaswara dengan Wong Agung Jayengrana.

Tim penyempurnaan tari Golek Menak bekerja sesuai dengan petunjuk-petujuk sultan. Tetapi karena perancangan tata busana seperti yang diinginkan sultan menuntut biaya yang besar, maka tata busana untuk pagelaran itu masih menggunakan busana yang telah ada dengan tambahan serta modifikasi seperlunya.

Ditulis oleh: Ani Nurdwiyanti 
kontributor swaberita dan dapat dihubungi di ani.nurdwiyanti@swaberita.com
taken from: swaberita.com

Pagelaran Tari Garapan Pelajar SMKI Jogjakarta

Mendut dan Urubhisma Lena

Pagelaran tari garapan dalam artikel ini adalah sebuah pementasan tari yang diproduksi siswa dan siswi kelas tiga program keahlian tari SMK N 1 Kasihan Bantul (SMKI Jogjakarta). Pementasan semacam ini, yang tahun ini kebetulan dilaksanakan selama dua malam berturut-turut yaitu pada tanggal 25-26 Maret 2009, digelar secara rutin oleh pihak sekolah. Seperti diutarakan Ibu Sri Wahyuningsih S.Pd selaku Kepala Program Keahlian Tari SMK N 1 Kasihan Bantul dalam sambutannya, “Uji kompetensi pada mata pelajaran pementasan merupakan tolak ukur sejauh mana kemampuan siswa menguasai kompetensinya sebagai seorang penari, penata tari dan pengelola pertunjukan”. Selain itu ujian pementasan juga menjadi salah satu syarat kelulusan bagi siswa-siswi di sekolah tersebut.


Menginjak pada segmen pementasan, hal pertama yang patut kita acungi jempol adalah bagaimana bisa suatu acara semegah ini dikelola dan dilakoni siswa-siswi secara mandiri. Mulai dari penggarapan materi pementasan hingga mencari sponsor mereka lakukan sendiri, guru disini hanya berperan sebagai pengawas dan penasehat saja. Hal kedua yang perlu kita soroti adalah betapa pedulinya mereka terhadap seni dan budaya tradisional yang sekarang sudah mulai ditinggalkan oleh kaum muda seusia mereka. Ditengah godaan kemajuan teknologi dan perkembangan dunia hiburan saat ini mereka rela berjalan walau tertatih mengembangkan budaya asli mereka, dalam hal ini tari khususnya. Hal-hal semacam inilah yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah khususnya pejabat di bidang-bidang terkait

Pementasan tahun ini menampilkan dua cerita, pementasan hari pertama berjudul Mendut. Diangkat dari cerita trdisional bejudul Rara Mendut. Pementasan ini digawangi oleh pelajar dari kelas 3 Tari A dan diiringi dengan musik atau gendhing racikan pelajar dari kelas 3 Tari B. Pementasan hari kedua juga tidak kalah hebatnya, seolah-olah tak mau kalah dengan rekan sejawatnya dari kelas 3 Tari A, para pelajar kelas 3 Tari B menampilkan lakon berjudul Urubhisma Lena. Musik atau gendhing yang terdengar indah selama pementasan diracik oleh para pelajar dari kelas 3 Tari A. Sebuah kerjasama yang apik mengingat mereka masih berusia muda dimana pada umumnya identik dengan persaingan, yang terkadang kurang sehat.

Terakhir, semoga pementasan ini tidak menjadi muara bagi mereka dalam dunia seni, tetapi justru dianggap sebagai hulu bagi mereka. Setelah para pelajar berbakat ini melepas seragam pelajar mereka, dunia yang “sesungguhnya” sudah menanti. Selamat dan sukses buat semua yang terlibat dalam pementasan kali ini.

Sinopsis

Mendut

Sebuah kisah cinta yang menggetarkan. Setelah kematian Pragola, Menrut diperkosa dan dibawa ke Katemanggungan oleh Wiroguno. Berulang kali Wiroguno berusaha membuat Mendut mencintainya, segala upaya telah dilakukan namun hasilnya nihil. Hati dan pikiran Mendut sudah terbakar api dendam, dan kebencian juga sudah tertanam dalam di jiwanya.
Tetapi entah mengapa tiba-tiba Mendut yang sudah jatuh hati pada pria lain bernama Panacitra, dengan manjanya merengek-rengek pada Wiruguno agar ia dibuatkan sebuah pasar. Ternyata, hal itu hanya alasan mendut agar dapat selalu bejumpa dengan Pranacitra. Hingga pada suatu saat mereka bena-benar jatuh cinta dan berkomitmen untuk selalu bersama dalam kondisi apapun. Mengetahui hal ini, amarah Wiroguno memuncak. Wiroguno akhirnya membunuh Pranacitra, hal ini diketahui Mendut. Akhirnya, demi menjaga komitmen yang sudah mereka buat dan membuktikan cintanya pada Pranacitra, Mendut pun mengakhiri hidupnya dengan cara menghunuskan keris yang dapakai Wiroguno untuk membunuh Pranacitra ke perutnya sendiri. 

Urubhisma Lena

Suatu ketika, Sang Ratu Ayu Kencana Wungu memerintahkan Damarwulan untuk menyelamatkan Majapahit. Tanpa berpikir panjang, setelah berpamitan dengan Anjasmara istrinya, Damarwulan berangkat mempertaruhkan nyawanya menuju Blambangan. Sebuah daerah yang memberontak dari kekuasaan Majapahit.
Sesampainya di Blambangan, Damarwulan bertarung dengan Urubhisma Adipati Blambangan. Ia memang buruk rupa, tapi kemampuan bertarungnya sungguh luar biasa. Damarwulan hampir saja kehilangan nyawa menghadapinya. Untungnya, ia diselamatkan Wahita dan Puyengan. Kedua orang ini jugalah yang berhasil mencuri dan menyerahkan Gada Wesi Kuning, yang merupakan senjata andalan Urubhisma, kepada Damarwulan. Mengetahui hal ini Urubhisma sangat terkejut.
Akhirnya, Damarwulan berhasil memenggal kepala Urubhisma dan menguasai kembali daerah Blambangan.

ditulis oleh: sedik

nb: foto-foto menyusul, just wait and see...

Seni Banyumasan

Memudar di Tengah Kepungan Budaya Kota

Adoh ratu cedhak watu, jauh dari raja dekat dengan batu. Kalimat tersebut cocok untuk menggambarkan eksistensi Banyumas atau wong Banyumas. Secara politik, tak pernah ada raja yang berkeraton di wilayah yang dikelilingi pegunungan ini, yang ada hanya adipati.

Banyumas —sekarang kabupaten di Jawa Tengah— menjadi sebuah daerah perdikan dan negeri ”mancanegara”, baik pada masa Majapahit dan Mataram (Jawa) maupun Padjadjaran (Sunda). Kondisi tersebut membuat wong Banyumas berkesempatan mengembangkan budaya sendiri yang khas dan unik.

Satu unsur budaya yang lekat di masyarakat Banyumas dan masih bertahan hingga kini adalah dialek bahasa ngapak-nya. Konon, dialek ngapak ini adalah bahasa Jawa murni atau bahasa Jawadwipa.

Banyumas juga kaya akan kesenian khas, seperti ebeg, cowongan, lengger, genjringan, ujungan, udhun-udhunan, begalan, memedi sawah, dan kentongan. Seni-seni tersebut agak berbeda dengan seni budaya yang berkembang di Jawa maupun Sunda.

Namun, derasnya pengaruh modernisme kini mulai mengikis eksistensi budaya-budaya lokal tersebut. Pentas lengger, ebeg, dan kenthongan kini mulai jarang terlihat. Kelompok-kelompok seni tradisional pun mulai terpinggirkan.

Sebaliknya, sajian budaya modern, seperti konser musik pop, rock, dangdut, pentas disc jockey, hingga sajian sexy dancer dapat dinikmati hampir setiap minggu di kota ini. Kondisi tersebut seiring maraknya tempat hiburan modern, mulai kafe, diskotek, pub, hingga rumah karaoke.

Hingga tahun 1970-an dan sampai 1980-an, hampir setiap desa di Banyumas memiliki kelompok seni, khususnya kenthongan dan lengger. Mereka secara berkala tampil dalam berbagai kesempatan, seperti perayaan pernikahan, hari besar, hingga merti desa.

Seni, seperti ebeg, kenthongan, cowongan, dan lengger, bagi wong Banyumas kala itu bukan sekadar pentas hiburan, melainkan sebuah tradisi yang menyatukan mereka dengan jati diri mereka sebagai orang Banyumas. Maka tak heran, di masa jayanya, mementaskan kesenian tradisional seakan menjadi kebutuhan warga Banyumas di sela menggelar hajatan, seperti pernikahan, sunatan, atau panen.

Saeran Samsidi, budayawan Banyumas, mengungkapkan, dahulu setiap desa di Banyumas mempunyai kekhasan sendiri terkait tumbuh kembangnya seni tradisional. Ada daerah yang dikenal memiliki budaya kelompok seni ebeg dan lengger. Ada daerah yang dikenal memiliki kelompok seni cowongan yang bagus.

Tak lagi dijumpai

Namun, kini kondisi tersebut tak lagi dijumpai. Kalaupun ada kelompok seni yang masih bertahan, kondisinya kembang kempis. Mereka sekadar bertahan agar seni yang mereka warisi dari leluhur tak punah sama sekali. Kadang hanya sekali dalam setahun mereka pentas.

”Kondisi ini terjadi sejak budaya televisi masuk. Pengaruh global yang hadir dari televisi membuat masyarakat lebih memilih budaya modern. Filsafat budaya lokal pun hilang terlupakan,” ujar Saeran.

Seni budaya lokal pun seolah berjalan dengan lokomotif tua, sementara budaya modern hadir dengan lokomotif superekspres yang ingar-bingar dan menjanjikan ”kekotaan”.

Perumpamaan itu tak berlebihan, para pelaku budaya tradisional di Banyumas kini kebanyakan generasi tua. Sebagai contoh, penggiat seni cowongan di Desa Somagede. Dari sekitar delapan orang yang dikenal sebagai dedengkot cowongan di desa itu, semuanya adalah nenek dengan usia di atas 55 tahun.

Penggiat seni cowongan Banyumas, Titut Edi Purwanto, menuturkan, sebelum pengaruh budaya televisi masuk di Banyumas, hampir setiap desa di wilayah ini memiliki kelompok seni cowongan . Umumnya, mereka adalah perempuan. Cowongan adalah seni tradisional untuk memanggil hujan pada saat musim kemarau. Pementasan biasanya dilakukan saat musim tanam tiba. Seni ini dahulu dapat tumbuh subur di Banyumas karena sesuai dengan karakteristik masyarakat daerah tersebut yang agraris.

Kenyataannya, kini seni cowongan hanya dapat ditemui di Desa Somagede. Itu pun setahun sekali dan pementasannya dilakukan oleh para nini cowong yang sudah nenek-nenek.

”Regenerasi memang menjadi persoalan. Anak muda banyak yang kurang tertarik. Sebenarnya, seni cowongan ini menarik karena unik, hanya saja memerlukan polesan agar menarik generasi muda masa kini. Ini yang menjadi pekerjaan rumah kita semua,” papar Titut.

Upaya modifikasi cowongan tersebut yang kini terus diupayakan Titut melalui kelompok cowongan Syeh Gugat. Beberapa bagian pentas cowongan yang abstrak dibumbui dengan sajian- sajian baru, seperti penampilan genderuwo, tarian, dan musik. Langkah Titut tersebut membuat seni cowongan mulai dilirik lagi. Terbukti saat pertunjukan seni ini di Gedung Kesenian Banyumas baru-baru ini dihadiri 600 orang. Sesuatu yang jarang terjadi dalam pentas seni tradisional di Banyumas, yang sering kali hanya ditonton belasan sampai puluhan orang.

Upaya mempertahankan budaya lokal sebenarnya juga mulai dilakukan sejumlah penggiat seni tradisional lainnya di Banyumas. Hal ini seperti dilakukan Cu`eng Tato dengan teater tradisionalnya dan Johny dengan begalan-nya. Namun, dana menjadi kendala klasik yang selalu mereka alami.

Perhatian pemerintah

Perhatian Pemerintah Kabupaten Banyumas terhadap pengembangan seni lokal ini dinilai masih belum kelihatan.

Bahkan, pada tahun 2008, anggaran rutin Rp 150 juta untuk pengembangan kegiatan seni tak dikucurkan karena pemkab lebih berkonsentrasi membangun proyek fisik semacam Alun-alun Banyumas.

Dinas Pendidikan Banyumas pun belum memasukkan kesenian tradisional sebagai sebuah menu ekstrakurikuler apalagi salah satu bidang ajar. Tak pelak, upaya memperkenalkan seni budaya lokal ke generasi muda pun makin sulit.

Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman, Dahlar Sodiq, mengatakan, keterpurukan seni tradisional Banyumas merupakan salah satu contoh gempuran globalisasi yang sulit dihindari budaya lokal. Kondisi ini mulai terjadi sejak pembangunan besar-besaran pada masa Orde Baru yang lebih mengutamakan pembangunan fisik daripada budaya.

Selain itu, hadirnya pendatang ke Purwokerto juga berpengaruh terhadap eksistensi budaya lokal. Mereka membawa budaya luar yang kemudian memengaruhi budaya lokal. Maraknya budaya nongkrong di kafe di masyarakat Purwokerto dalam beberapa tahun terakhir adalah salah satu contohnya.

”Sebenarnya ada upaya resistensi dari kelompok-kelompok yang ingin mempertahankan budaya lokal dari kepungan budaya kota semacam ini. Seharusnya mereka harus terus didukung. Pemerintah juga harus berperan lebih aktif,” kata dia.

ditulis oleh: M. Burhanudin

taken from: Melayuonline.com