Never Ending Ketoprak [alias Seret Generasi]
Kesenian Indonesia acap membuat logika bahasa bersalto ria entah ke mana… Contohnya ini, meskipun digandrungi oleh masyarakat Yogyakarta baik desa dan kota, ketoprak masih dianggap perlu untuk dilestarikan, dijaga keberadaanya, dikembangkan, dan lain bahasa yang mengumpamakan bahwa sejatinya ketoprak tidak sepenuhnya digandrungi. Karena jika digandrungi oleh masyarakat, maka tiadalah perlu dikhawatirkan, dilindungi dalam rangka suaka, atau disertifikasi agar nyata berada.
Namun inilah kenyataan yang dihadapi keseniang yang di ‘gandrungi’ ini. Bondan Nusantara, tokoh ketoprak termasuk yang khawatir bahwa ketoprak akan punah. Karena kesenian yang digandrungi ini sudah kehilangan panggung permanen [tobong] seperti halnya era 60-an 80-an. Pada era tersebut kita bisa menyebut beberapa grup ketoprak yang nobong, antara lain, Ringin Dahana, Kridha Mardi, Sapta Mandala, PS Bayu Gito-Gati dan Sinar Mataram, serta Padmanaba. Akhir 1980-an, Ketoprak Surya Budaya pimpinan aktor Widayat main di Panggung bekas THR [sekarang Purawisata], namun tidak setiap hari.
Hilangnya tobong ketoprak menjadikan para pelaku ketoprak kehilangan media untuk berekspresi, sedangkan para pelaku muda ketoprak kehilangan peluang untuk belajar dan praktik langsung. Harus diakui, tobong ketoprak merupakan “universitas” sekaligus pasar. Di sini, orang digodok kemampuannya sekaligus “menjual” jasa kreatifnya
Belum lagi tradisi dunia ketoprak itu sendiri yang menggunakan sistem bintang atau pemain yang sudah jadi. Orientasi pada hasil dan bukan pada proses ini juga disebabkan tradisi komersial tanggapan [undangan main]. Memasang pemain-pemain muda dianggap pilihan yang riskan. Jika hasilnya kurang memuaskan, si penanggap akan kecewa. Kini, ketika belum ada media panggung yang secara permanen menyajikan ketoprak, tradisi festival diharapkan bisa melakukan regenerasi.
Berangkat dari hal diatas itulah Festival Kethoprak Antar Kabupaten dan Kota 2008 se-DIY diselenggarakan sebagai upaya untuk melestarikan kesenian kethoprak. Festival Kethoprak Antar Kabupaten dan Kota 2008 ini, berbeda dengan pelaksanaan tahun-tahun sebelumnya. Jika tahun sebelumnya, peserta dipilih oleh pihak Pemkab/Pemkot yang ada, namun tahun ini peserta lomba melalui tahapan festival antar kecamatan dahulu. Setelah mampu dilolos ditingkat Kabupaten/Kota, peserta yang juara maju untuk mewakili di tingkat propinsi.
Selain itu Pihak Taman Budaya Yogyakarta, selaku panitia pelaksana, akan menghadirkan beberapa nara sumber termasuk Bondan Nusantara, M. Sugiharto, Mardjijo, Drs. Untung Mulyono, dan Y. Subowo. Adapun dewan juri yang akan menilai nanti Ign. Wahono [Seniman Kethoprak], Indra Tranggono [Budayawan], Drs. Trustho, M.Hum [Seniman Karawitan], Nanang Arizona, S.Sn [Dosen ISI], Hanindawan [Teaterwan Solo].
Pelaksaan festival itu sendiri, bertempat di Gedung Societed Taman Budaya Yogyakarta, direncanakan akan dimulai 18 November 2008, dan berakhir pada 20 November 2008, dari pukul 20.00 WIB sampai dengan selesai. Dengan demikian, diharapkan apabila kesenian ini akan selalu ada dan tetap digandrungi. Never Ending, begitu kiranya dalam bahasa Inggris sana.
Oleh Ferren Bianca
Taken from:
http://beritaseni.com
Sunday, 22 March 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment